Soekarno, Sang Presiden yang Gemar Ngutang Makan dan Blusukan



#Presiden yang Gemar Ngutang Makan
Di balik karisma dan kewibawaan Soekarno, ternyata sosok presiden pertama RI ini menyimpan sisi unik. Siapa sangka, Soekarno yang dikenal sebagai singa podium dan tokoh pemimpin yang disegani di mata dunia Internasional ini di masa mudanya kerap memiliki kebiasaan ngutang makan. Kegemeran Soekarno ngutang makan ini terjadi ketika ia masih berstatus mahasiswa di Bandung.

Sebagaimana aktivis pergerakan nasional kala itu Soekarno bersama rekan-rekan seperjuangannya kerap kali mengidap 'kangker' alias kantong kering. Di kalangan aktivis pergerakan nasional, tidak punya uang itu sudah lazim terjadi. Bahkan sehari dua hari tidak makan itu hal yang biasa.

Suatu ketika, setelah pulang kuliah dari THS Bandung Soekarno benar-benar sudah tidak tahan lagi menahan lapar. Akhirnya ia mampir ke warung makan sederhana di Jalan Dalem Kaum, Bandung. Ia pun tak membawa uang seperser pun karena kebetulan ia tidak punya uang.

Kepada pemilik warung makan, yakni Madrawi, Soekarno muda memberanikan diri untuk hutang. Karena kondisi mahasiswa, maka Madrawi pun membolehkan setiap aktivis pergerakan nasional kala itu untuk ngutang dulu di rumah makannya. Kebiasaan ini pun berlanjut. Setiap kali ia bersama kawan-kawannya tak mempunyai uang, langganan ngutang makan selalu di warung tersebut.

Sekali makan, biasanya Soekarno meninggalkan hutang sebesar 25 sen. Baru setiap awal bulan, Soekarno melunasi semua hutang makannya. Salah satu makanan favorit Soekarno di rumah makan sederhana itu adalah nasi rawon.

Warung ini juga kerap dijadikan tempat berkumpul Soekarno dan para aktivis pergerakan nasional lainnya. Itulah salah satu kebiasaan Soekarno muda, selama berproses di Bandung. Bersama kawan-kawannya di ASC, tak jarang mereka menjadikan warung sederhana ini sebagai tempat diskusi.

Madrawi, dengan senang hati membiarkan mereka menggunakan warungnya untuk diskusi. Madrawi tidak keberatan, warung makannya dijadikan salah satu tempat berkumpul aktivis-aktivis pergerakan nasional, meskipun mereka kerap hutang.

Berkat Soekarno dan kawan-kawan aktivis, Madrawi Si pemilik warung merasa senang, sebab dengan seringnya warungnya digunakan tempat berkumpul justru membuat warungnya menjadi rame pengunjung. Bahkan beberapa tokoh pergerakan lainnya seperti Oto Iskandar Dinate, Mohamad Yamin, Roeslan Abdoelgani, Ali Sastroamodjojo serta Muso, dan Kartosuwiryo juga sering mampir ke warungnya.

Rumah makan sederhana yang berukuran 15 x 20 meter persegi ini merupakan warung makan yang merekam banyak sejarah semasa pergerakan nasional. Warung ini, biasa buka pukul 8 pagi terkadang sampai pukul 3 dinihari. Namun warung bersejarah ini hanya tinggal sejarah.

#Pemimpin yang Gemar Blusukan
Jauh sebelum ia dinobatkan menjadi orang nomer satu di negeri ini, Soekarno muda memiliki kebiasaan bergumul dengan masyarakat akar rumput. Ia senantiasa blusukan di tengah-tengah khalayak umum. Kebiasaannya ini menjelma menjadi suatu kegemaran yang sulit ia tinggalkan.

Bahkan semasa menjadi presiden pun, Soekarno tetap tidak bisa meninggalkan kebiasaan lamanya tersebut. Menurut Cindy Adams, yang menulis biografi Soekarno menjelaskan jika Soekarno memiliki kepribadian unik dimana ia merasa tidak nyaman dan tenang hatinya jika belum bergumul dengan masyarakat.

Pasalnya, sejak kecil dulu, Soekarno kerap blusukan dari satu tempat ke tempat yang lain . Dari bulusukannya bersama rakyat kecil itu, ia mendapati banyak hal tentang kehidupan sosial masyarakat. Bahkan selama masa pengasingannya di Ende maupun di Maluku, kehidupannya tidak bisa dilepaskan dari masyarakat.

Ia merasa lebih leluasa dan bebas ketika berada di tengah-tengah masyarakat. Hatinya dibuat senang dengan berbagai kelakar khas masyarakat kecil, entah tentang kondisi pertanian, kehidupan sehari-hari sampai pergunjingan tentang pemerintahan.

Namun, semenjak dikukuhkan menjadi orang nomer satu di negeri ini, Soekarno merasa ada penghalang besar untuk mewujudkan kebiasaannya menyusup di tengah masyarakat. Dimana kehidupannya justru dikelilingi pengawal, dibatasi oleh protokoler dan tentu disibukkan dengan segala jadwal kenegaraan.

Aktifitas istana negara yang sangat padat membuatnya cukup stres, karena ia tidak seleluasa dulu dalam menyalurkan hobinya nimbrung di tengah masyarakat, kala masih menjadi rakyat biasa.

Karena itulah, beberapa bulan setelah menjabat presiden pertama RI, Soekarno berusaha sebisa mungkin untuk menyalurkan hobinya blusukan di tengah masyarakat Namun, bedanya tatkala menjadi presiden, ia melakukan blusukan dengan cara menyamar menjadi rakyat jelata. Atribut pakaian berupa baju seragam dan peci hitam  tanggalkan, agar rakyat dan musuhnya tidak mengenalinya.

Dengan menyamar menjadi rakyat biasa, membuat Sokerano bisa lebih leluasa dalam menyusup dan berdesak-desakkan dengan kerumunan orang di pasar. Ia juga bisa lebih bebas bersendau-gurau ditemani rokok dan kopi di kedai. Sembari ikut menertawakan kelakar «kampungan», gosip rakyat, perilaku kampung, dan suasana obrolan <murahan> khas rakyat jelata.

Bahkan tak jarang, dengan penyamarannya itu, ia kerap bertandang ke sawah layaknya seorang petani biasa. Semua kebiasaannya ini selama menjabat sebagai presiden RI, ternyata sangat membantunya dalam memperoleh berbagai informasi mengenai keluh kesah yang dirasakan rakyatnya.

Aktifitas blusukan ini selalu saja dilakukan Soekarno dan tak ada satu pun rakyatnya yang mengenalinya. Karena kebiasaannya inilah, muncul asumsi di tengah masyarakat kala itu, jika Soekarno memiliki ilmu "sirep mata". Akhirnya, cerita tentang Soekarno menyusup di tengah rakyat hanya menjadi <mitos> di antara cerita rakyat.

Sering pula Soekarno makan di pinggir jalan, tentu tidak dengan penampilan khasnya. Jika pun ada yang mengenal, tentu mereka akan setengah percaya. Menjadi semakin tidak percaya jika sosok yang dicuriga malah menyantap sambil duduk di trotoar. Padahal orang itu memang Soekarno, tapi tidak ada yang merasa yakin!

0 Response to "Soekarno, Sang Presiden yang Gemar Ngutang Makan dan Blusukan"

Post a Comment

Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan dan tidak mengandung penghinaan SARA

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel