Makalah Ushul Fiqh "Sejarah Perkembangan dan Aliran-aliran Ushul Fiqh"

MAKALAH
SEJARAH PERKEMBANGAN DAN ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQIH
Dosen Pengampu : Drs. H. Rd. Hidayatullah, M.M.Pd



Disusun oleh :
1.      Achmad Badru Iman
2.      Ilma Amalia
3.      Nely Nur Amalia

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN AJARAN 2017-2018





KATA PENGANTAR
            Segala puji bagi Allah Swt atas rahmat dan karunianya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam selalu terlimpah dan tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw.beserta para keluarga, sahabat dan para umatnya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Ushul Fiqih.Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya makalah ini, walaupun didalam pembuatannya kami masih mengalami kesulitan karena terbatasnya kemampuan yang kita miliki.Oleh sebab itu kami mengucapkan terimakasih sebesar besarnya kepada Bapak Hidayatullah selaku dosen pembimbing Ushul Fiqih
            Kami menyadari makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis dan umumnya bagi penulis.


`                                                                                               Serang, 23 Agustus 2017
                                                                                                            Penyusun




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................  i
DAFTAR  ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C.     Tujuan Penulisan.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh...................................................... 2
B.     Pembukuan Ushul Fiqh.......................................................................  3
C.     Tahap-tahap Perkembangan Ushul Fiqh ......................................................... 5
D.    Peranan Ushul Fiqh dalam Pengembangan Fiqih Islam.................................. 9
E.     Aliran-Aliran Ushul Fiqh............................................................................... 10
BAB III PENUTUP
A.    Simpulan......................................................................................................... 11
B.     Saran............................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 13



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Ilmu Ushul Fiqih juga sama seperti sama seperti ilmu ilmu Keagamaan lain yang berpegang teguh pada Alquran dan Hadits. Dengan kata lain, Ilmu Ushul Fiqih bukanlah ilmu yang timbul sendirinya, tetapi berawal pada masa Rasul dan sahabat sahabat dan tabiit tabiin. Pada masa Rasulullah, permasalahan umat terbilang begitu kompleks, karena penetapan suatu hukum atas persoalan tersebut masih kebijakan Rasul.Setelah Rasul wafat, Umat Islam sangat merasakan persoalan yang begitu komplek, yang terkadang permasalahan itu juga belum dijumpai pada masa Rasulullah Saw. Atas dasar itu, lahirlah ilmu Ushul Fiqih sebagai jawaban persoalan umat Islam yang mendapat perhatian besar umat. Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang Asal Ilmu Fiqih. Secara teoritis, Ushul Fiqih lebih dahulu dari Ilmu Fiqih. Sedangkan dari segi penyusunan Ilmu Fiqih lebih dari ilmu Ushul  Fiqih. Namun disamping itu, makalah ini mengupas lebih rinci tentang Asal usul Ilmu Ushul Fiqih.

B.      Rumusan Masalah
A.    Bagaimana Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh?
B.     Bagaimana Pembukuan Ushul Fiqh?
C.     Apa saja tahapan-tahapan pembukuan ushul fiqh?
D.    Bagaimana peranan ushul fiqh dalam pengembangan fiqih Islam?
E.     Apa saja aliran aliran dalam Ushul Fiqih?

C.        Tujuan Masalah
A.    Mengetahui Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh?
B.     Mengetahui Pembukuan Ushul Fiqh?
C.     Mengetahui tahapan-tahapan pembukuan ushul fiqh?
D.    Mengetahui peranan ushul fiqh dalam pengembangan fiqih Islam?
E.     Mengetahui aliran aliran dalam Ushul Fiqih?



BAB II
PEMBAHASAN

      A.    Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih
        Sebagaimana ilmu ilmu keamaan lain dalam Islam, Ilmu Ushul Fiqih tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Alqur’an dan Sunah. Dengan kata lain, Ushul Fiqih tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih benihnya sudah ada sejak zaman Rasulullah saw dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian Ushul Fiqih, seperti ijtihad,qiyas,naskh,dan takhsis sudah ada sejak zaman Rasu;lullah saw dan sahabat.
        Kasus yang umum dikemukakan mengenai ijtihad adalah penggunaan ijtihad yang dilakukan oleh Muadz Ibnu Jabal (Abu Dawud IX,509) sebagai konsekuensi dari ijtihad ini adalah qiyas, karena penerapan Ijtihad dalam persoalan persoalan yang bersifat  juz’iyah harus dengan qiyas (Ar.Rahman Asy Sya’idi :16)contoh kias yang dapat dikemukakan adalah ucapan ali dan abd.ar-rahman ibnu auf mengenai hukuman peminum khamar.
        Adapun pemahaman tentang takhsis dapat dilihat dalam cara abdullah bin mass’ud ketika menetapkan idah wanita hamil dia meneteap kan bahwa batas idahnya berakhir ketika ia melahirkan.pendapat tersebut didasarkan pada ayat 4 dan 6 surat Al  Thalaq.
        Menurutnya ayat ini turun sesudah turunya ayat tentang idah yang ada pada surat Al Baqarah ayat 228.dari kasus tersebut terkandung pemahaman ushul,bahwa nash yaang datang kemudian dapat me-nasakh atau mentakhsis yang datang terdahulu.( Abu Zahrah; 11)
        Pada masa tabi’in cara meng-istinbath hukumm semakin berkembang.diantara mereka ada yang menempuh metode maslalah atau metode kias disamping berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya padamasa tabi;in inilah mulai tampak perbedaan perbedaan mengenai hukum sebagai konsekuensi logis dari perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu.( Abu Zahrah ; 12 )
        Corak perbedaan pemahaman lebih jelas pada masa sesuudah tabi;in atau pada masa Al-‘aimmat  Al-Mujtahidin.sejalan dengan itu,kaidah kaidah istinbath yang digunakan juga semakin jelas bentuknya.Abu hanifah misalnya menempuh metode Qiyas dan Istihsan.sementara iman Malik berpegang pada amalan orang orang madinah.menurutnya,amal mereka lebih dapat dipercaya dari pada Hadis Ahad.( Abu Zahrah ;12 )
        Apa yang dikemukakan diatas menunjukan bahwa sejak zaman Nabi,sahabat , tabi’in dan sesudahnya,pemikiran hukum islam mengalami perkembangan.namun demikian,corak atau metode pemikiran belum terbukukan dalam suatu tulisan yang sistematis.dengan kata lain.belum berbentuk sebgai suatu disiplin ilmu tersendiri.

          B.     Pembukuan Ushul Fiqih
Salah satu pendorong diperlukannya pembukuan ushul fiqih adalah perkembangan wilayah islam yang semakin meluas ,sehingga tidak jarang menyebaabkan timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui kedudukan hukumnya.untuk itupara ulama islam sangat membutuhkan kaidah kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan mentapkan hukum ( Abdul Aziz Al-Sa”idi ; 17 )
Sebenarnya,jauh sebelum dibukukannya ushul fiqih ,ulama ulaa terdahuulu telah membuat teori teori ushul yang dipegang oleh para pengikutnya masing masing.tak hera n jika pengikut para ulama itu mengklaim bahwa gurunyalah yang pertama menyusun kaidah kaidah ushul fiqih
Golongan Hanafiah misalnya ,mengklaim bahwa yang Pertama menyusun ilmu ushul fiqih ialah Abu Hanifah, Abu Yusuf  dan Muhammad Ibnu Ali-Al hasan.Alasan merekas bahwa Abu Hanifah merupakan oang yang pertama menjelaskan metode istinbath dalam bukunya Ar-Ra’y. Dan Abu Yusuf adalah orang pertama yang menyusun ushul  fiqih dalam madzhab Hanafi,demikian pula Muhammad Ibnu Al-Hasan telah menyusun kitab Uahul fiqih sebelum Asy-Syafi’i, bahkan Asy-Syafi’i berguru kepadanya. (Sulaiman: 60-61)
Akan tetapi,pertanyaan diatas mendapatkan kritikan dari Musthafa Abdul Ar-Raziq. Dia berkata  bahwa jika dianggap benar Abu Yusuf dan Muhammad Ibnu Hasan mempunyai kitab Ushul fiqih,hal  itu tidak lain hanyalah berdasarkan kitab yang mendukung  metode istihsan Hanafiyah yang sangat ditentang oleh para ahli hadis. Dan kalaupun Abu  Yusuf diakui sebagai orang pertama yang berbicara Ushul fiqih,tidaklah salah jika dikatakan bahwa Asy-Syafi’i juga merupakan orang yang pertama yang berbicara Ushul fiqih,tidaklah salah jika dikatakan bahwa As-Syafi’i juga merupakan orang pertama yang menyusunnya menjadi suatu disipilnn ilmu tersendiri yang mengandung kaidah-kaidah untuk rujukan setiap orang yang meng-istinbath hukum.  (Sulaiman  : 16)
Golongan Malikiyahjuga mengklaim bahwa Imam Malik adalah orang pertama yang berbicara tentang Ushul fiqih.Namun, mereka tidak mengklaim bahwa Imam Malik sebagai orang pertama yang menyusun kita Ushul fiqih. Pengakuan bahwa Malik sebagai orang pertama perintis Ushul fiqih,menurut Abd.Wahab Ibrahim Sulaiman dapat saja diterima. (Sulaiman  :62)
Begitu pula,Syiah imamiyah yang mengklaim bahwa orang ypertama yang menyusun kitab Usul fiqih adalah Muhammmad Al-Bakir Ibnu Ali Ibnu Zain Al-Abidin, kemudian diteruskan oleh puteranya Al-Imam Abu Abdillah Ja’far As-Sadq. Pernyataan ini diungkapkan oleh As’ad Haidar,bahwa Imam Baqir adalah  peletak dasar dan perintis Ushul fiqih dan orang pertama yang menyusun nya adalah Al-Hasyam  Ibnu Al-Hakam yang menulis kitab Al-Ahfadz,didalamnya terdapat uraian sangat penting dan ilmu ushul.Pendapat tersebut,diperjelas lagioleh Yunus Ibnu  Ar-rahman yang menulis kitab Al-Ikhtilaf Al-Hadis Wa Masailah menguraikan pertentangan antara dua hadis dan masalah perpaduan serta pen-terjihan-nya. Setelah itu,berkembanglah Ushul Fiqih dengan luas.  (Sulaiman : 63)
Golongan Syafi’iyah pun mengklaim bahwa Imam Syafi’i-lah orang pertama yang menyusun kitab Ushul Fiqih. Hal ini diungkapkan oleh Al Allamah Jamal Ad Din Abd Ar Rahman Ibnu Hasan Al-Asnawi. Menurutnya “Tidak diperselisihkan lagi, Imam Syafi’i adalah tokoh besar yang pertama-tama menyusun kitab dalam ilmu ini,yaitu kitab yang tidak asing lagi dan sampai pada kita sekarang,yakni kitab Al-Risalah” (Sulaiman : 64)
Kalau dikembalikan pada sejarah,yang pertama berbicara tentang Ushul Fiqih sebelum dibukukannya adalah para sahabat dari tabi’in. Hal ini tidak diperselisihkan lagi. Namun,yang diperselisihkan adalah orang yang mula mula mengarang kitab Ushul fiqih sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang bersifat umum dan mencakup segala aspeknya. Untuk itu, kita perlu mengetahui terlebih dahulu teori-teori penulisan dalam ilmu Ushul fiqih. Secara garis besar,ada dua teori penulisan yang dikenal,yakni:
Pertama,merumuskan akidah-akidah Fiqiyah bagi setiap bab dalam bab-bab fiqih dan menganalisisnya serta mengaplikasikan masalah furu’ Atas kaidah-kaidah tersebut. Misalnya, kaidah-kaidah jual beli secara umum, atau kaidah-kaidah perburuhan. Kemudian menetapkan batasan-batasannya dan menjelaskan cara-cara mengaplikasikannya dalam kaidah-kaidah itu. Teori inilah yang ditempuh oleh golongan Hanafi merekalah yang merintisnya.
Kedua, Merumuskan kaidah-kaidah yang dapat menolong seorang mujtahid untuk meng-instinbath hukum dan sumber hukum syar’i, tanpa terikat oleh pendapat seorang faqih atau suatu pemahaman yang sejalan dengannya maupun bertentangan. Cara inilah yang ditempuh Al-Syafi’i dalam kitabnya Ar-Risalah, suatu kitab yang tersusun secara sempurna dalam bidang ilmu ushul dan independen. Kitab semacam ini belum pernah ada sebelumnya, menurut ijma’ulama dan catatan sejarah. (Sulaiman :64 )
Berdasarkan uraian diatas,dapat disimpulkan bahwa kitab Ar-Risalah merupakan kitab yang pertama-tama tersusun secara sempurna dalam ilmu Ushul Fiqih. Kitab ini juga tersusun dengan metode tersendiri,objek pembahasan dan permasalahannya juga tersendiri, tanpa terkait dengan kitab-kitab fiqih manapun.

         C.     Tahapan-Tahapan Perkembangan Ushul Fiqih
Secara garis besarnya, perkembangan Ushul fiqih dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu: tahap awal (abad 3 H); tahap perkembangan (abad 4 H) dan tahap penyempurnaan (abad 5 H). Masing-masing tahapan akan diuraikan dibawah ini.
a.       Tahap Awal (abad 3 H)
Pada abad 3 H, di bawah pemerintahan Abbasiyah wilayah Islam semakin meluas ke bagian Timur. Khalifah-khalifah Abbasiyah wilayah islam semakin meluas ke bagian Timur. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang berkuasa dalam abad ini adalah: Al-Ma’,un (w. 218 H), Al-Mu’tashim (w. 227 H), Al-Wasiq (w. 232 H), dan Al-Mutawakkkil (w. 247 H). Pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah di kalangan Islam, yang dimulai sejak masa pemerintahan khalifah Ar-Rasyid. Kebangkitan pemikiran pada masa ini ditandai dengan timbulnya semangat penerjemahan di kalangan ilmuwan muslim. Buku-buku filsafat Yunani diterjemahkan dalam  Bahasa Arab dan kemudian diberikan penjelasan(syarah). (Ibrahim Hasan, II : 347). Disamping itu, ilmu-ilmu keagamaan juga berkembang dan semakin meluas objek pembahasannya. Hampir dapat dikatakan bahwa tidak ada ilmu keislaman yang berkembang sesudah Abbasiyah, kecuali yang telah dirintis atau diletakkan dasar-dasarnya pada zaman dinasti Abbasiyah ini. (Ahmad Amin, II : 13).
Seperti telah dikemukakan, kitab Ushul Fiqih yang pertama-tama tersusun secara utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqih ialah Ar-Risalah, karangan Asy-Syafi’i. Kitab ini dinilai para ulama sebagai kitab yang bernilai tinggi. Ar-Razi berkata,”Kedudukan Asy-Syafi’i dalam ilmu ushul fiqih setingkat dengan kedudukan Aristo dalam ilmu manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam ilmu ‘Arud. Ulama sebelum Asy-Syafi’i berbicara tentang masalah-masalah ushul fiqh dan menjadikannya pegangan, tetapi mereka belum memperoleh kaidah-kaidah umum yang menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syari’at dan cara memegangi serta men-tarjih-kannya; maka datanglah Al-Syafi’i menyusun ilmu Ushul Fiqih yang merupakan kaidah-kaidah umum(qanun kulliy) dan dijadikan rujukan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan dalil Syar’i. Kalaupun ada orang yang menyusun kitab Ushul Fiqih sesudah As-Syafi’i, mereka tetap bergantung pada As-Syafi’i, karena Asy-Syafi’i-lah yang membuka jalan untuk pertama kalinya (Ahmad Amin, II : 227-229).
Namun, perlu diketahui pada umumnya kitab-kitab ushul fiqih yang ada pada abad 3 H ini tidak mencerminkan pemikiran-pemikiran ushul fiqih yang utuh dan mancakup segala aspeknya, kecuali kitab Ar-Risalah itu sendiri. Kitab Ar-Risalah-lah yang mencakup permasalahn-permasalahan ushuliyah yang menjadi pusat perhatian para fuqaha pada zaman itu.
Disamping itu, pemikiran ushuliyah yang telah ada, kebanyakan termuat dalam kitab-kitab fiqih, dan inilah salah satu penyebab pengikut ulama-ulama tertentu mengklaim bahwa imam madzhab-nya sebagai perintis pertama ilmu ushul fiqih tersebut.
Hal lain yang dapat dicatat, pada abad ini ialah lahirnya ulama-ulama besar yang meletakkan dasar berdirinya madzhab-madzhab fiqih, para pengikut mereka semakin menunjukkan perbedaan dalam mengungkapkan pemikiran Ushul fiqih dari para imamnya. Asy-Syafi’i misalnya,tidak menerima cara penggunaan istihsan yang masyhur di kalangan Hanafiyah, sebaliknya Hanafiyah tidak menggunakan cara-cara pengambilan hukum berdasarkan hadis-hadis yang dipegang oleh Asy-Syafi’i. Sementara itu, kaum Ahl Al-hadis pada umumnya dan kaum zhariyah pengikut Daud Azh-Zhahiri pada khususnya, tidak menyetujui metode-meode dari kedua golongan tersebut, namun golongan terakhir mempunyai metode tersendiri dalam qiyas dan ta’wil. (Sulaiman : 102-103)
Perbedaan-perbedaan pendapat dan metode yang dimiliki oleh masing-masing aliran yang disertai dengan sikap saling mengkritik anatara satu terhadap lainnya merupakan salah satu pendorong semangat pengkajian ilmiah yang penuh antusias dikalangan ulama pada abad 3 H ini. Semangat pengkajian ini berlanjut terus dan semakin berkembang pada abad 4 H.

b.       Tahap Perkembangan (Abad 4 H)
Abad 4 H merupakan abad permulaan kelemahan dinasti Abbasiyah dalam bidang politik. Pada abad ini dinasti Abbasiyah terpecah belah menjadi daulah-daulah kecil yang masing-masing dipimpin pleh seorang sultan. Namun demikian, kelemahan bidang politik ini tidak mempengaruhi perkembangan semangat keilmuan di kalangan para ulama ketika itu. Bahkan ada yang mengatakan bahwa perkembangan ilmu keislaman pada abad ke 4 H ini jauh lebih maju dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan masing-masing penguasa daulah-daulah kecil itu berusaha memajukan negerinya dengan memperbanyak kaum intelektual, sekaligus menjadi kebanggaan mereka. Juga disebabkan terjadinya desentralisasi ekonomi yang membawa daulah-daulah kecil itu semakin makmur dan menopang perkembangan ilmu pengetahuan di negerinya. (Ahmad Amin, 11 : 1)
Khusus dibidang pemikiran fiqih islam, abad 4 H. Ini mempunyai karakteristik tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri’ islam. Pemikiran liberal islam berdasarkan ijtihad muthlaq berhenti pada abad ini. Mereka menganggap para ulama terdahulu mereka suci dari kesalahan sehingga seorang faqih tidak mau lagi mengeluarkan pemikirannya yang khas, terkecuali dalam hal-hal kecil saja. Akibatnya aliran-aliran fiqih yang ada semakin manatap eksistensinya, apalagi disertai oleh fanatisme di kalangan penganutnya. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban menganut suatu madzhab tertentu dan larangan melakukan perpindahan madzhab sewaktu-waktu.(Ahmad Amin : 54-56)
Namun demikian, keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dapat dikatakan taqlid, karena masing-masing pengikut madzhab yang ada tetap mengadakan kegiatan ilmiah guna menyempurnakan apa yang dirintis oleh para pendahulunya. Usaha mereka antara lain :
1.      Memperjelas ‘illat-‘illat hukum yang di-istinbathkan oleh para imam mereka; merreka itulah yang disebut ‘ulama takhrij;
2.      Men-tarjih-kan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab, baik dari segi riwayat dan dirayah;
3.      Setiap golongan mendukung madzhab-nya sendiri dan men-tarjih-kannya dalam berbagai masalah khilafiyah.
Akan tetapi, tidak bisa diingkari bahwa pintu ijtihad pada periode ini telah tertutup. Akibatnya bagi perkembangan fiqih Islam adalah sebagai berikut: (Sulaiman 1983 : 106-107).
a.       Kegiatan para ulama terbatas dalam menyampaikan apa yang telah ada;
b.      Menghimpun masalah-masalah furu’ yang sekian banyaknya dalam uraian yang singkat;
c.       Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa  masalah.

c.     Tahap Penyempurnaan (Abad 5-6 H.)
Kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah kecil, membawa arti bagi perkembangan peradaban dunia islam. Peradaban islam tidak lagi terpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota seperti Cairo, Bukhara, Gahznah , dan Markusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan, raja-raja penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan peradaban. (Ibrahim Hasan : 5)
Dalam sejarah perkembangan ilmu Ushul fiqih, pada abad 5 dan 6 H. Ini mereupakan periode penulisan kitab Ushul Fiqih terpesat, yang diantara nya terdapat kitab-kitab yang menjadi kitab standa     r dalam pengkajian ilmu ushul fiqih selanjutnya.
        Kitab-kitab ushul fiqih yang paling penting, antara lain sebagai berikut:
a.       Kitab Al-Mughni fi Al-Abwab Al-Adl wa At-Tawhid, ditulis oleh Al-Qadhi Abd. Al-Jabbar (w. 415 H./1024 M)
b.      Kitab Al-Mu’amad fi Al-Ushul Fiqh, ditulis oleh Abu Al-Husain Al-Bashri (w. 436 H./1044 M.).
c.       Kitab Al-Iddaf fi Ushul Al-Fiqh, ditulis Abu Al-Qadhi Abu Muhammad Ya’la Muhammad Al-Husain Ibnu Muhammad Ibnu Khalf Al-Farra (w.458/1065 M).
d.      Kitab Al-Burhan fi Ushul Al-faqih, ditulis oleh Abu Al-Ma’ali Abd.Al-Malik Ibnu Abdillah Ibnu Yusuf Al-Juwaini Imam Al-Haramain (w. 478 H/1094 M).
e.       Kitab Al-Musthafa min Ilm Al-Ushul, ditulis oleh Abu Hamid Al-Ghazali (w. 505 H./1111 M.), yang juga dikenal sebagai hujjah Al-Islam.

          D.     Peran Ushul Fiqih Dalam Pengembangan Fiqih Islam
Perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai target yang hendak dicapai oleh ilmu ushul fiqih dalam pengembangan ushul fiqih islam.dengan demikian , seorang seorang faqih atau seorang peneliti yang mengeluarkan dan mendalami bidang studi fiqih islam tidak merasa terikat atau terhambat dengan adanya kaidah kaidah ushuliyah itu,melainkan sebaliknya mereka memerlukan kaidah kaidah tersebut dan menganggapnya sebagai suatu jalan yang harus ditempuh sebagaimana para mujahidin terdahulu telah menempuhnya .akan tetapi tidak berarti bahwa pendahulu dalam bidang ushul fiqih itu ada yang teklah mapan dan mantap dan ada yang belum mapan .ilmu pengetahuan akan berkembang terus menuju kesempurnaannya.
Dapat dikatakan bahwa kegiatan ulama dalam penulisan ilmu ushul fiqh merupakan salah satu upaya dalam menjaga keasrian hukum syara’ dan menjabarkannya pada kehidupan social yang berubah-uabh itu.terus berkembang menuju kesempurnaannya hingga puncaknya pada abad kelima dan awal abad keenam hijriah .abad tersebut merupakan abad keemasaan penulis ilmu ushul fiqih karena banyak para ulama memusatkan perhatiannya pada ilmu tersebut.pada abad inilah muncul kitab kitab ushul fiqh yang menjadi standard an rujukan untuk perkembangan ushul fiqh selanjutnya.(as-sa’di:24-28)
Target yang hendak dicapai oleh ilmu ushul fiqih ialah tercapainya kemampuan seseorang untuk mengetahui hukum syara’yang bersifat furu’ . Dan kemampuannya untuk mengetahui istinbath hukum dari dalil-dalilnya dengan jalan yang benar .dengan demikian,orang yang meng istinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan .dengan mengikuti kaidah kaidahkaidah-kaidah yangtelah ditetapkan dalam ilmu ushul berarti, ber-ijtihad-nya berpegang pada kaidah-kaidah yang benar. Target studi fiqih bagi mujitahid ialah agar ia mampu meng-istinbath hukum yang ia hadapi dan terhindar dari kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid  yang mempelajari Fiqih lslam, target ushul fiqih itu agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imam madzhab dalam mengistinbath  hukum sehingga ia dapat men-tarjih dan men-takhrij pendapat imam madzhab  tersebut. Hal ini tidak dapat dilakukan dengan tepat dan benar, kecuali dengan diaplikasikannya kaidah-kaidah ushuliyah dengan metode istinbath. (Al-Amidi, 1: 1)
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa motif dirintisnya, dikodifikasikannya, dan ditetapkannya  kaidah-kaidah disebabkan adanya kebutuhan mujtahid  terhadap kaidah itu untuk keperluan instinbath hukum, terutama setelah masa sahabat dan tabi'in. Kalau kita perhatikan sejarah At-Tasyri Al-lslami dan mengikuti perkembangan fiqih lslam serta periode periode yang dilaluinya, kita dapati bahwa setelah madzhab fiqih terbentuk, hukum-hukum fiqih hanya terbukukan pada berbagai kitab- kitab madzhab. Dan setelah banyak ulama yang berpendapat bahwa mulai tahun 400 H. pintu ijtihad tertutup, fiqih lslam hanya terbatas pada pendapat para imam dan pendapat mereka yang tertulis dalam kitab-kitab fiqih tanpa ada yang berusaha untuk mengeluarkan hukum dari dalil- dalilnya. (umar Abdullah, 1959:23) Ketika para ulama melihat orang- orang yang bukan ahli ijtihad tetap ber-ijtihad, sehingga hasil ijtihad- nya menyesatkan, maka para ulama mengambil sikap memilih sesat dan menutup pintu ijtihad. sesuatu yang lebih ringan mudaratnya, yakni pintu ijtihad tertutup supaya Abdullah: 23). Mereka mengatakan bahwa jalan menuju kerusakan tertutup pula dan hawa nafsu untuk main-main dalam hukum syara dapat dihindari.
Dengan demikian, apabila target dari ilmu ushul fiqih sebagai mana telah dijelaskan diatas,sedangkan pintu ijtihad telah   tertutup sejak mana telah dijelaskan atas, sedangkan pintu  ijtihad telah tertutup sekitar sepuluh abad yang lalu, dan manusia sejak  saat itu sampai sekarang masih terikat dan berpegang teguh pada hukum-hukum  fiqih yang tertulis dalam kitab-kitab madzhab fiqih, hal ini berarti dari ilmu ushul fiqih tidak tercapai. Dengan demikian, apa perlunya mempelajari ushul fiqih pintu atakan dan apa faedah mendalaminya?

           E.      Aliran-Aliran Ushul Fiqih
Dalam sejarah perkembangan Ushul Fiqih, dikenal dua aliran, yang terjadi antara lain akibat adanya perbedaan dalam membangun teori Ushul fiqih untuk menggali hukum islam.
Aliran pertama disebut aliran Syafi’iyah dan jumhur mutakallimin (ahli kalam). Aliran ini membangun ushul fiqih secara teoretis murni tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang keagamaan. Begitu pula dalam menetapkan kaidah, aliran ini menggunakan alasan yang kuat, baik dari dalil naqli maupun aqli, tanpa dipengaruhi masalah furu’ dan madzhab, sehingga adakalanya kaidah tersebut sesuai dengan masalah furu’ dan adakalanya tidak sesuai. Selain itu, setiap permasalahan yang didukung naqli dapat dijadikan kaidah.
Namun, pada kenyataannya dikalangan Syafi’iyah sendiri terjadi pertentangan, misalnya Al-Amidi ysng mengajukan kekhujjahan ijma’ di kalangan sahabat saja secara jelas. Pendapat Al-Amidi tersebut sebenarnya merupakan salahsatu konsekuensi dari usahanya bersama Al-Qarafi (tokoh ushul fiqih Malikiyah) untuk menyatakan dua aliran ushul fiqih.
Sebagai akibat dari perhsatian yang terlalu difokuskan pada masalah teoretis, aliran ini sering tidak bisa menyentuh permasahan praktis. Aspek bahasa dalam aliran ini sangat dominan, seperti penentuan tentang tahsin (menganggap sesuatu itu buruk dan dapat dicapai akal atau tidak). Permasalahan tersebut biasanya berkaitan dengan pembahasan tentang hakim (pembuat hukum syara’) yang berkaitan pula dengan masalah aqidah. Selain itu, aliran ini seringkali terjebak terhadap masalah yang tidak mungkin terjadi dan terhadap kema’shuman Rasulullah SAW.
Kitab standar aliran ini antara lain: Ar-Risalah (Imam Syafi’i) Al-Mu’tamad (Abu Al-Husain Muhammad Ibnu ‘Ali Al-Bashri), Al-Burhan fi ushul fiqh (Imam Al-Haramain Al-Juwaini), Al-Mankhul min Ta’liqat Al-Ushul, Shifa Al-Ghalil fi Bayan Asy-Syabah wa Al-Mukhil wa Masalik At-Ta’lil, Al-Mushfa fi ilmi Al-Ushul (ketiganya karangan Imam Abu Hamid Al-Ghazali)
Aliran kedua dikenal dengan istilah aliran fuqaha yangdianut oleh para ulama mazhab Hanafi. Dinamakan Mazhab Fuqaha, karena dalam menyusun teorinya aliran ini, banyak dipengaruhi oleh furu’ yang ada dalam mazhab mereka. Dan aliran ini berusaha untukmenerapkan kaidah-kaidah yang mereka susun terhadap furu’. Apabila sulit untuk diterapkan, mereka mengubah atau membuat kaidah baru supaya bisa diterapkan pada masalah furu’ tersebut.
Diantara kitab-kitab standar dalam aliran Fuqaha ini antara lain: Kitab al-Ushul (Imam Abu Hasan Al-Karkhi), kitab Al-Ushul (Abu Bakar Al-Jashshash), Ushul Al-Sarakhsi (Imam Al-Sarakhsi), Ta’sis An Nazhar (Imam Abu Zaid Al-Dabusi), dan Al-Kasyaf Al-Asrar (Imam Al-Bazdawi). (Ad-Dimasyqi: 42-43).
Pembahasan ushul fiqih yang dikemukakan dalam kitab tersebut berhasil memberikan corak baru, Sehingga para ulama ushul menganggap sebagai kitab ushul fiqih kontemporer yang komprehensif dan akomodatif untuk zaman sekarang.



BAB III
PENUTUP
          A.     Kesimpulan
Sejarah perkembangan Ushul fiqih memiliki berbagai pendapat mengenai penyusunan nya. Tersusun secara metode tersendiri, objek pembahasan dan permasalahannya juga tersendiri, tanpa terkait dengan kitab-kitab fiqih manapun.
                                                                                       
         B.      Saran
Demikian makalah yang kami buat, kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik demi lebih baiknya penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.




DAFTAR PUSTAKA
Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Mushthafa fi Ilm Al-Ushul, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Al-Alamah Al-Bannani, Hasyiah Al-Bannai  ‘ala Syarh Al-Mahalli ala Matn Jam’u al-Jawami’, Beirut: Dar Al-Fikr, 1983.
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Al-Ushul Al-FiqhKairo: Dar al-Qalam, 1978 Ibn Al-Hajib, Mukhtashar Al-Muntaha, Mesir: Al-Mathbaah Al-Amirah, jilid I 1326.
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Cairo: Dar Al-Fikr Al-Arobi, t.t.
Ad-Dawalibi, Muhammad Ma’ruf, Al-Madkhal ila Ilm’Ushul al-Fiqh, Damaskus: Jami’ah Damaskus, 1778 H/1959 M.
Ali Hasaballah, Ushul At-Tasyri’ Al-Islami, Kairo: Dar Al-Ma’arif, 1976
Abu Ishaq Asy-Syaitibhi, Al-Muwafaqat fi Ushul Asy-Syari’ah, Beirut: Dar Al-Ma’rifah, 1973.
Ibn Hazm Al-Andalusi, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, jilid VI.
Al-Asnawi, Jalaluddin Abd. Al-Rahim Al-Asnawi , Nihayah al-Sul Syarh Minhaj Al-Wushul, kairo : Muhammad Ali Subaih, t.t.
Al-Sarakhisyi, Abu Bsakar, Ushul Asy-Syarakhsyi, Dar Al-Ma’arif, Beirut, 1971
Ibn Hazm, Ali Ibn Ahmad Ibn Hazm, Al-Mahalla, Kairo: Mathba’at Al-Sa’adat, tanpa tahun.
Al-Amidi, Sayf Ad-Din Abi Al-Hasan ‘Ali, Al-Ahkma fi Ushul Al-Ahkam, Muassasah Al-Halabi, Mesir, 1937
Ar-Razi, Fakhr Ar-Din, Al-Muhshul fi Ilm Ushul Al-Fiqh, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1988.
Al-Subki, Taj Ad-Din Abd Ad-Wahab, Jam’u Al-Jawami’, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, t.t.
An-Nadwa, Ali Ahamad, Al-Qawaid wa Al-Dhawabith Al-Mustakhlishah min tahri li Al-Imam jaml Al-Din Al-Hashiri, Syarh Al-Jami’ Al-Kabir, Mesir: Mathba’ah Al-Madani.
Al-Thufi, Al-Hambali, Syarh mukhtashar Ar-Raudah
Al-Marwiji, Al-Imam Al-Lais, Jawahair Al-Madiyah
Al-Raghib Al-Ashfahani, Al-Husein ibn Muhammad, Al-Mufrodat fi Gharib Al-Qur’an, Mesir: Al-Maktabah Al-mirriyyah, 1328 H.
Abdul Mujib, Al-Qowaidu Al-Fiqhiyyah, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1980 Al-Fayruzzabadi, Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Al-Luma’ fi Ushul Al-Fiqh, Tasikmalaya: Kairo, t.t.
Al-Subki, Taj Ad-Din Abdul wahab, Asy-Asybah wa an-Nazhair, Mesir: Markaz Buhuts Al-Ilmi
Ibnu Al-Hajib, Mukhtashar Al-Muntaha, Mesir : Al-Maktabah Al-Amiriyyah, 1328 H.
Al-Bardisi, Muhammad Zakariya, Ushul Al-Fiqh, Mesir : Dar Al-Nahdah Al-‘Arobiyah, 1969.
Al-Baidhawi, Minhaj Al-Wushul “ilm Al-Ushul, Mesir: Al-Maktabah Al-Tijariyah Al-Kurba, 1326 H
Al-Haj, Ibn Amir, At-Takrir wa At-Tahir, Mesir: Al-Mathba’ah Al-Amiriyah, 1316 H.


0 Response to "Makalah Ushul Fiqh "Sejarah Perkembangan dan Aliran-aliran Ushul Fiqh""

Post a Comment

Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan dan tidak mengandung penghinaan SARA

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel