Ulumul Quran dan Sejarah Perkembangannya

            A.    Pengertian ‘Ulumul Quran
Secara bahasa ‘Ulumul Quran berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata yaitu ‘Ulum dan Al-Quran. Ulum ialah bentuk jamak dari kata Al-‘Ilmu yang berarti paham, mengetahui dan menguasai. Berdasarkan makna secara bahasa ini Al-‘Ilmu berarti pemahaman, pengetahuan tentang seseuatu dengan sebenar-benarnya, atau dengan dilandasi dengan keyakinan yang kuat.
Sedangkan Al-Quran secara bahasa berasal dari kata Qara’a, Yaqrau, Quranan yang berarti bacaan. Sedangkan secara terminologis/istilah Al-Quran ialah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril a.s, secara mutawattir, membacanya dianggap ibadah, tertulis dalam satu mushaf mulai dari surah Al-Fatihah sampai akhir surah An-Nas.
Jadi ‘Ulumul Quran ialah sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Quran, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Quran maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang ada didalamnya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Quran, ilmu i’jazil Quran, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Quran menjadi bagian dari Al-Quran.

           B.     Tujuan, Ruang Lingkup dan Pokok Bahasan
Tujuan yang ingin dicapai dari mempelajari ‘Ulumul Quran antara lain ialah:
1.      Untuk mengetahui seluk beluk yang terkandung dakan Al-Quran mulai dari turunnya kepada Nabi Muhammad SAW. hingga waktu sekarang, hingga bagaimana perhatian  umat terhadap penafsiran Al-Quran dan bagaimana cara mengeluarkan hukum-hukum yang terkandung di dalamnnya.
2.      Untuk membantu memahami Al-Quran dan mengetahui rahasia dan tujuan diturunkannya Al-Quran. Bagaimana seseorang pengkaji Al-Quran akan mencapai tujuannya bila dia tidak mengetahui bagaimana cara turunnya Al-Quran, proses pengumpulan dan penyusunannya, tata cara penulisannya dan lainnya.
3.      Untuk membentengi diri, menyiapkan bahan, sekaligus melawan serangan musuh-musuh islam yang ingin merusak Al-Quran
Adapun ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran sangat banyak karena segala aspek yang berkaitan dengan Al-Quran, baik berupa ilmu agama seperti tafsir i’jaz, dan qira’ah, maupun ilmu-ilmu bahasa arab seperti ilmu balaghah dan ilmu ‘irab Al-Quran adalah bagian dari Ulumul Quran. Di samping, banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab al-Itqan misalnya, As-Suyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdiri dari cabang ilmu lagi. Bahkan menurut Abu Bakar Ibnu al-Arabi sebagaimana dikutip As-Suyuthi, ‘Ulumul Quran itu terdiri dari 77.450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam Al-Quran, setiap kata dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al-Quran menganduk makna dzahir, batin, terbatas dan tidak terbatas.
Namun, menurut Habsi  Ash-Shidiqie (1904-1975 M), berbagai macam pembahasan  tersebut pada dasarnya dapat dikembalikan kepada beberapa pokok bahasan saja, antara lain:
1.      Nuzul. Pembahasan ini menyangkut tempat dan waktu turunnya ayat atau surah Al-Quran. Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut asbabun nuzul dan sebagainya.
2.      Sanad. Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawatir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at (bacaan) Nabi, para periwayat dan penghafal Al-Quran dan cara tahammul (penerimaan riwayat)
3.      Ada’ Al-Qira’at. Pembahasan ini menyangkut tata cara membaca Al-Quran seperti waqaf, ibtida’, imalah, madd, takhfif, hamzah, idhgam.
4.      Pembahasan yang menyangkut lafazh Al-Quran, yaitu tentang gharib, mu’rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan tasybih.
5.      Pembahasan makna Al-Quran yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna ‘amm  dan tetap dalam keumumannya, ‘amm yang dimaksudkan khusus, ‘amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, zhahir, mujmal, mufashshal, manthuq, mafhum, muthlaq, muqoyyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqoddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu dan ma’mul oleh seorang saja.
6.      Pembahsan makna Al-Quran yang berhubungan dengan lafazh, yaitu fashl, washl. I’jaz, ithnab, musawah, dan qasr.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, secara garis besar pokok pembahasan Ulumul Quran ada dua yaitu:
a.       Ilmu yang berhubungan dengan riwayat, seperti yang membahas tentang macam-macam bacaan (qira’at), tempat dan waktu turunnya ayat-ayat atau surah Al-Quran, dan sebab-sebab turunnya Al-Quran.
b.      Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafazh yang asing serta memahami makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.

           C.    Sejarah Perkembangan
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai macam cabang, ‘Ulumu Quran tidak lahir sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi disiplin Ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempaan untuk membenahi Al-Quran dari segi keberadaannya dan dari segi pemahamannya. Karena itu sejarah Ulumul Quran menurut az-Zarqani dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap yaitu sebagai berikut:
1.      Sebelum Masa Kodifikasi
Di masa Rasulallah SAW dan para sahabat, ‘Ulumul Quran belun dikenal sebagi ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang telah diturunkan kepada Rasulallah, dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasulallah SAW.
Pada masa Nabi dan Sahabat ‘Ulumul Quran belum dikodifikasikan karena antara lain:
a.       Pada umumnya para sahabat adalah ummi (tidak dapat membaca dan menulis) bahkan kurang mengenal adanya bacaan dan tulisan.
b.      Tidak terdapat banyak alat-alat tulis di kalangan mereka sehingga mereka menulis pada pelepah kurma, tulang belulang, kulit binatang, dan semacamnya. Karena itu tidak mudah bagi mereka membukukan atau mengkodifikasi apa yang mereka dengan dari Rasul SAW.
c.       Mereka dilarang menulis sesuatu selain dari Al-Quran karena dikhawatirkan tercampur aduk dengan Al-Quran.
d.      Sahabat adalah orang Arab asli, sehingga mereka dapat menikmati Al-Quran secara langsung dengan ketulusan jiwa, juga dapat menerima, menyerap dan menyampaikan Al-Quran dengan cepat.
Karena beberapa sebab itulah ‘Ulumul Quran pada masa ini tidak ditulis. Kondisi ini berlangsung selama dua masa kepemimpinan khulafaur rasyidin yaitu Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar bin Khathab. Walaupun demikian, sahabat adalah generasi islam pertama yang memiliki andil cukup signifikan dalam proses penyebaran ajaran Islam, termasuk didalamnya ‘Ulumul Quran, secara talaqqi dan syafawi bukan secara tadwini dan kitabah (kodifikasi).

2.      Permulaan Masa Kodifikasi
Pada era khalifah Utsman bin Affan wilayah Islam semakin bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab (‘ajam). Keadaan ini semakin menimbulkan kekhawatiran sebagian sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab, bahkan dikhawatirkan akan merusak bacaan Al-Quran yang menjadi standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran tersebut, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah Al-Quran yang kemudian dikenal dengan mushaf imam. Proses penyalinan Al-Quran ini dilakukan dengan model tulisan ar-rasm al-utsmani. Model penulisan Al-Quran inilah yang disinyalir oleh sebagian ulama sebagai dasar atau tonggak awal munculnya Ulumul Quran.
Lalu pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib kerancuan dalam bahasa dan berbahasa Arab semakin tajam. Untuk membentengi bahasa Arab dan tentunya Al-Quran dari berbagai kesalahan bacaan, maka Ali memerintahkan Abu Aswad ad-Du’ali untuk membuat kaidah atau gramatikal bahasa Arab. Karena peristiwa ini, sebagian ahli kemudian menyebutkan bahwa Ali sebagai pencetuh ilmu Nahwu (gramatikal) atau ilmu I’rab Al-Quran.
Dari uraian diatas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa, perhatian para pembesar sahabat dan tabi’in waktu itu adalah menyebarkan Ulumul Quran secara riwayat dan talqin (dari lisan ke lisan, bukan dengan tulisan atau tadwin (kodifikasi). Walaupun demikian, apa yang mereka lakukan dapat dikatakan sebagai permulaan proses penulisan atau kodifikasi ‘Ulumul Quran.

3.      Masa Kodifikasi
Kemudian datanglah masa kodifikasi. Di era ini, berbagai kitab tentang ‘Ulumul Quran pun ditulis dan dikodifikasikan. Namun, poin yang menjadi prioritas pertama para ulama kala itu ialah ilmu tafsir, karena fungsinya sangat fital dalam proses pemahaman dan penjelasan isi Al-Quran. Adapun para penulis pertama dalam bidang tafsir adalah Syu’bah bin al-Hajjaj (160 H), Sufyan bin ‘Uyainah (198) dan Wali bin al-Jarrah (197). Tafsir-tafsir mereka berisi tentang pandangan dan pendapat para sahabat dan tabi’in.
Kemudian pada abad ke-3 Hijriyah muncul tokoh tafsir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya. Ia adalah Ibnu Jarir at-Thabari (310 H) dengan kitabnya, Jami’  al-Bayan fi Tafsir Al-Quran. Kemudian proses penafsiran ini terus berlangsung hingga era sekarang ini, tentu dengan karakter dan modelyang berbeda-beda antara astu masa dengan yang lainnya.

4.      Munculnya Istilah ‘Ulumul Quran
Pada dasarnya, ‘Ulumul Quran bukan hal yang asing bagi para ulama yang muncul sebelum masa kodifikasi, karena ilmu-ilmu yang berkenaan dengan Al-Quran sudah tertanam sangat kuat dalam dada mereka. Akan tetapi, pengertian ‘Ulumul Quran dalam konteks sebagai sebuah istilah atau disiplin ilmu tersendiri, baru dikenal pada periode-periode akhir, yaitu pada akhir abad ke-3 atau menjelang awal abad ke-4 Hijriyah, ketika seorang ulama bernama Muhammad bin Khalaf bin al-Murazban (w.309 H) menyusun sebuah kitab yang berjudul al-Hawi fi ‘Ulumul Quran.
Sedangkan Az-Zarqani meyakini bahwa permulaan periode dikenalnya istilah ‘Ulumul Quran adalah awal abad ke-5 Hijriyah, yaitu ketika Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (w.430 H) menulis sebuah kitab bertajuk al-Burhan fi ‘Ulumul Quran. Namun asumsi ini dianggap kurang falid oleh ulama lain, sebab menurut kelompok ini nama kitab yang dikarang al-Hufi ialah bertajuk al-Burhan fi Tafir Al-Quran bukan bertajuk al-Burhan fi ‘Ulumul Quran. Di samping itu, banyak bermunculan kitab-kitab yang ditulis para ulama pada kurun waktu sebelumnya, yang secara tersirat menunjukan adanya istilah ‘Ulumul Quran dalam konteks kodifikasi. Hal ini diperjelas oleh kitab yang disusun Ibnu al-Murazban dan Ulama lain.
Ulumul Quran mencapai tingkat kedewasaan atau kemapanan pada abad ke-9 Hijriyah di tangan al-Kafyaji dan Jalaludin al-Bulqini, lalu disiplin Ilmu ini mengeluarkan sekian banyak cabang pada penghujung abad ke-9 dan permulaan abad ke-10 Hijriyah di tangan Jalaludin As-Suyuthi. Setelah itu, ‘Ulumul Quran seakan mengalami kejumudan, kemudian bangkit dan berkembang sekitar abad ke-14 Hijriyah hingga era ini.

Referensi:
Anshori.2013. Ulumul Quran Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Anwar, Rosihon.2013. Ulumul Quran, Bandung: CV Pustaka Setia

Catatan :
Diharapkan untuk mencari referensi lain jangan terpaku dengan artikel ini karena artikel ini bersumber dari referensi yang telah disebutkan diatas. Dan apabila mengcopy paste artikel ini harap diberikan sumbernya. Sekian dan terimakasih.






0 Response to "Ulumul Quran dan Sejarah Perkembangannya"

Post a Comment

Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan dan tidak mengandung penghinaan SARA

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel