Amar Makruf dan Nahi Munkar di Media Sosial



Sekarang ini umat Islam tidak bisa dilepaskan dari media sosial. Mereka berjejaring dalam facebook, twitter, instagram, line, whatsApp, dan lain sebagainya. Di dalamnya mereka berkomunikasi satu sama lain dengan saudara seagama dan saudara lain agama.

Meskipun demikian, mereka tetap memiliki tanggung jawab untuk melakukan amar makruf dan nahi munkar di media sosial, terutama berkaitan dengan hoaks, ujaran kebencian, atau konten yang merendahkan.

Amar makruf dan nahi munkar ini diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Lewat hadits berikut ini, Rasulullah SAW mengimbau umat Islam untuk membela nama baik atau kehormatan orang lain.

روينا في كتاب الترمذي عن أبي الدرداء رضي الله عنه عن النبي (صلى الله عليه وسلم) قال: من رد عن عرض أخيه رد الله عن وجهه النار يوم القيامة قال الترمذي: حديث حسن

Artinya, “Kami diriwayatkan di Kitab At-Tirmidzi dari Abu Darda RA, dari Rasulullah SAW bahwa ia bersabda, ‘Siapa saja yang membela kehormatan saudaranya, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka pada Hari Kiamat.’ Imam At-Tirmidzi berkata, kualitas hadits ini hasan,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 294).

Rasulullah SAW sendiri pernah menegur salah seorang sahabatnya yang memvonis orang lain sebagai orang munafik, sebuah tuduhan keji di zaman Rasulullah SAW.

Pasalnya, orang munafik adalah orang kafir yang ingkar kepada Allah SWT dan rasul-Nya serta memiliki sikap dan pandangan politik yang berseberangan dengan umat Islam tetapi mendakwakan diri berada di barisan umat Islam.

Teguran Rasulullah SAW atas tuduhan itu tercatat dalam riwayat Bukhari dan Muslim berikut ini yang dikutip oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Adzkar:

وروينا في صحيحي البخاري ومسلم في حديث عتبان-بكسر العين على المشهور، وحكي بضمها-رضي الله عنه في حديثه الطويل المشهور قال: قام النبي (صلى الله عليه وسلم) يصلي، فقالوا: أين مالك بن الدخشم؟ فقال رجل: ذلك منافق لا يحب الله ورسوله، فقال النبي (صلى الله عليه وسلم): لا تقل ذلك، ألا تراه قد قال لا إله إلا الله، يريد بذلك وجه الله؟

Artinya, “Kami diriwayatkan di Shahih Bukhari dan Muslim pada hadits Itban dalam haditsnya yang panjang. Ia bercerita bahwa Rasulullah SAW berdiri untuk shalat. Para sahabat bertanya, ‘Di mana Malik bin Dukhshum?’ Salah seorang dari mereka menjawab, ‘Ia seorang munafik, tidak cinta Allah dan Rasul-Nya.’ Rasulullah masuk ke pembicaraan, ‘Kamu jangan berkata demikian. Apakah kamu tidak memperhatikan ketika ia mengatakan ‘lâ ilâha illallâh’ itu yang dituju adalah Allah?’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 294-295).

Rasulullah SAW menilai keji ucapan penghinaan yang sengaja dilontarkan untuk menjatuhkan orang lain. Tetapi Rasulullah SAW juga memuji orang yang membela harkat kemanusiaan seseorang yang secara sengaja direndahkan oleh orang lain. Padahal, orang yang dituduh sama sekali berbeda dari tuduhan tersebut sebagai riwayat hadits berikut ini:

ورويناه في سنن أبي داود عن جابر بن عبد الله وأبي طلحة رضي الله عنهم قالا: قال رسول الله (صلى الله عليه وسلم): ما من امرئ يخذل امرءا مسلما في موضع تنتهك فيه حرمته وينتقص فيه من عرضه إلا خذله الله في موطن يحب فيه نصرته، وما من امرئ ينصر مسلما في موضع ينتقص فيه من عرضه، وينتهك فيه من حرمته إلا نصره الله في موطن يحب نصرته

Artinya, “Kami diriwayatkan di Sunan Abi Dawud dari Jabir bin Abdullah dan Abu Thalhah RA, keduanya mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiada seorang yang merendahkan seorang Muslim di mana kehormatannya dicederai dan harga dirinya dilecehkan melainkan Allah merendahkannya di mana ia menginginkan pembelaan-Nya. Tiada seorang yang membela seorang Muslim di mana harga dirinya dilecehkan dan kehormatannya dicederai, melainkan Allah membelanya di mana ia menginginkan bantuan Allah SWT,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 295).

Imam An-Nawawi mengutip juga riwayat berikut ini yang menerangkan ganjaran bagi mereka yang membela seseorang dari penganiayaan secara verbal atau visual dan sanksi bagi mereka yang melakukan penganiayaan secara verbal atau visual melalui tuduhan-tuduhan keji sebagai berikut ini:

وروينا فيه عن معاذ بن أنس عن النبي (صلى الله عليه وسلم) قال: من حمى مؤمنا من منافق-أراه قال-بعث الله تعالى ملكا يحمي لحمه يوم القيامة من نار جهنم، ومن رمى مسلما بشئ يريد شينه حبسه الله على جسر جهنم حتى يخرج مما قال


Artinya, “Kami diriwayatkan di Sunan Abu Dawud, dari Mu‘adz bin Anas, dari Nabi SAW bahwa ia bersabda, ‘Siapa saja yang melindungi seorang Mukmin dari kejahatan orang munafik–aku melihat ia bersabda–, niscaya Allah mengutus satu malaikat yang melindunginya pada Hari Kiamat dari api neraka Jahannam. Tetapi siapa yang melontarkan tuduhan terhadap seorang Muslim dengan suatu ungkapan dengan maksud merendahkannya, niscaya Allah menahannya di atas jembatan neraka Jahannam hingga keluar tuduhan yang pernah diucapkannya dulu di dunia,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 295).

Dari berbagai keterangan ini, kita dapat melakukan amar makruf dan nahi munkar terhadap mereka yang menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, atau provokasi yang membuat suasana media sosial menjadi negatif.

Kita bisa mengingatkan yang bersangkutan dengan undang-undang ITE yang berlaku sebagai bentuk amar makruf dan nahi munkar. Kita juga bisa menegur seseorang yang melanggar konsensus dalam grup terbatas WhatsApp yang dibuat sebelumnya untuk mematuhi kesepakatan tersebut.

0 Response to "Amar Makruf dan Nahi Munkar di Media Sosial"

Post a Comment

Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan dan tidak mengandung penghinaan SARA

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel